Wednesday, July 12, 2023

Telah Memilih

Bagaimana dia melewati hari tanpa adiknya, tanpa kakanya, tanpa sepupunya, tanpa teman=temanya. Kuseka lagi air mataku.

Hari ke 3 anak-anak sekolah kembali beraktivitas setelah libur kenaikan kelas. Otomatis mereka kembali konsentrasi dengan pelajaran dan tugas sekolah. Beruntung waktu libur kemarin, aku sempat menghabiskan beberapa hari bersama ponakan. Bermain di pusat perbelanjaan, silaturahmi ke rumah keluarga dan piknik di kebun kerabat. Jika sudah kembali ke rutinitas seperti sekarang ini, baru terasa betapa berartinya libur bersama keluarga. Terlebih bagi kita yang tempat tinggalnya beda kota.

Senyum sumringah mereka masih tergambar jelas di mataku. Begitu juga cerita lucu bahkan tangisnya ketika mereka bertengkar. Dunia anak yang dinamis membuat kita bisa melihat semua peristiwa dalam satu episode. Awalnya main bersama, saling bagi makanan, berikutnya ada yang ngambek bahkan kadang yang sampai nangis. Tapi belum sempat kita menegur, mereka sudah akur lagi. Ya seperti itulah, mereka berbagi rasa dan hal itu boleh jadi merupakan pengikat yang kuat diantara mereka.

Tahun ini, beberapa ponakan pindah sekolah, ke jenjang yang lebih tinggi. Ada yang masuk kuliah, lanjut ke SMA, SMP, ada yang masuk SD, selebihnya masih di sekolah yang sama sebelumnya tapi berada di kelas lain. Alhamdulillah tidaka ada laporan tentang tinggal kelas.

Adalah Esse, salah satu ponakan yang tahun ini masuk SMP. Ponakan yang satu ini membuat sebuah pilihan yang patut kami jempol. Diusianya yang masih belia, dia kukuh untuk melanjutkan sekolah di sebuah rumah Tahfidz, di luar kota. Tentunya hal ini harus kami dukung. Meski hati berat melepasnya, mengingat ia masih kecil di mata kami. Tapi keteguhan hatinya yang nampak di binar matanya sungguh membungkam protes kami. Lagi pula, jika hal ini tidak kami dukung, maka boleh jadi kami menjadi orang tua yang berdosa, menghalangi anak mencari ilmu, mendekat kepada sang Khalik.

Hari MInggu kemarin, Esse memasuki asrama, tentunya diantar oleh keluarga. Aku memantau kejadian tersebut dari WAG Keluarga kami. Sedari mereka berangkat meninggalkan Watampone, jari-jemari sudah sibuk menghapus air yang merembes dari kelopak mata. Betapa hati terasa miris, mengingat sebentar lagi anak gadis yang cantik, sopan dan sabar ini akan sulit kami lihat sebagaimana biasa. Beberapa paman, bibi dan saudara sepupu Esse pun meneteskan air mata, Tak terkecuali Esse yang menangis dalam diam. Jari lentiknya sesekali menyeka air mata sejak roda mobil berputas meninggalkan halaman rumah.

Perjalanan panjang selama kurang lebih 4 jam itu akhirnya lebih banyak bisu. Mungkin fisik lelah, atau hati yang lelah menahan rasa. Kami tidak boleh lemah di depannya. Kami harus tegar, sebagaimana dia yang dengan tabah dan kukuh dengan pilihannya. Semoga anak kami senantiasa dikuatkan dan dibimbing oleh Allah. Aamiin.

Beberapa jam kemudian aku kembali membuka WAG. Deretan poto dan dan doa penuh dukungan memenuhi grup obrolan keluarga. Tiba-tiba aku merasa luar biasa. Betapa kami saling mendukung, saling menguatkan, saling berbagi. Ini adalah salah satu warisan dari orang tua kami yang telah mengajarkan kami untuk berkasih sayang.

Hingga di akhir waktu, setelah peluk kami enggan terlepas, Esse masuk asrama. Aku belum pernah mengetikkan satu baris pun kalimat di grup. Tanganku sibuk menggapai lembar tissu. Diam-diam aku menangis, membayangkan hari-hari Esse yang tidak lagi bersama Bunda, Kakak, Adek, Sepupu dan Paman dan Bibinya. Tapi kemudian sebuah suara lebih tepatnya keyakinan bahwa di saat yang sama, Esse begitu bahagia karena keinginannya untuk mendalami Alqur'an mendapat dukungan penuh dari keluarga. AKu yakin itu. Aku sangat yakin. Untuk mereka yang memilih mendekat kepada Allah, akan merasakan kedamaian yang luar biasa meski jauh dari keluarga.

Hari ke tiga ponakanku yang cantik belajar di rumah tahfidz. Hingga hari ini pula aku belum berani menuliskan kalimat untuknya di grup keluarga. Aku lebih memilih melafazkan kalimat dalam hati, kalimat permohonan untuknya. Semoga dilindungi, dikuatkan, disehatkan dilancarkan segala hal tentangnya. Tentang ponakan cantik ku. Semoga keberaniannya dapat mengispirasi ponakan-ponakan yang lain. Beloved niece A. TENRIESA PP

Sunday, July 09, 2023

Janji Matahari

Aku selalu kagum kepada matahari. Ia selalu memenuhi janji kepada bumi meski kadang awan tebal menghalanginya. Ia seperti tak peduli kepada awan atau siapapun yang mengusiknya menunaikan janji. Baginya janji adalah janji, harus ditepati tepat pada waktu yang telah disepakati sebelumnya. Meski saat itu ada yang tidak mendukungnya.

Aku selalu kagum kepada matahari. Ia selalu menggunakan waktu dengan sempurna. Tidak menambah atau menguranginya. Meski saat itu masih berat baginya untuk pergi. Namun lihatlah, ketika sore tiba, ia turun sebagaimana biasa, melambai perlahan kepada bumi dengan janji besok akan kembali.

Aku selalu kagum kepada matahari. Ia yang tak menggantungkan rasa pada sesiapa. Ia melakukan dan menyelesaikan tugas sendiri. Baginya, apa yang ada padanya itulah miliknya yang dapat ia gunakan untuk sebaik mungkin tanpa mengganggu yang lain.

Aku selalu kagum kepada matahari. Ia tak sedikitpun menyerah kendati langit menyiram bumi, memotong larik sinarnya yang hangat. Pun ia tak marah kepada hujan. Ia berdiam diri ketika hujan mendesak turun. Ia menepi sejenak, lalu kembali menghangatkan bumi dengan sinarnya yang cemerlang.

Aku selalu kagum kepada matahari. Ia adalah pertanda perjuangan dimulai setelah bumi melepas penat dalam gelap. Sinarnya menjadi sumber semangat untuk bergerak.

Monday, April 18, 2022

Setelah 19 Bulan

Sembilan belas bulan bukan waktu yang singkat. Ada banyak kisah yang terjadi dalam rentang waktu itu. Ada beberapa orang yang datang dan pergi dariku dan terjadi begitu saja. Tidak ada yang kuabadikan dalam catatan seperti biasanya. Entah mengapa pada akhir 2019 tiba-tiba penaku menjadi tumpul. Pun tuts keyboardku menjadi mandul. Tidak melahirkan kisah sebagaimana biasanya.

Alhasil blogku tidak terurus. Ibarat sebuah taman yang dulu kerap kukunjungi, tiba-tiba menjadi taman yang sepi. Bunganya mati karena lama tidak di siram. Cat pagarnya pudar bahkan ada beberapa bagian pagar yang rusak. Parahnya lagi rumput liar mulai tumbuh di mana-mana, menutupi pintu masuk sehingga blog itu tidak dapat kuakses. Klop, Sembilan belas bulan tanpa kisah.

Suatu malam diawal Maret 2022, tepatnya 3 Maret. Sebuah notifikasi masuk di berandaku tentang sebuah tulisan yang pernah kuposting di blog. Notifikasi itu serta merta menggugah hasratku untuk merangkai kata. Namun sayang saat itu aku tidak dapat mengakses blogku. Sejumput penyesalan menemaniku malam itu. Lalu aku teringat pada seorang teman yang kuyakini dapat membantuku mengatasi hal ini.

Dua hari kemudian akhirnya aku bisa lagi melongok ke tamanku. 5 Maret 2022, aku puaskan diri melihat tanaman yang dulu. Bunga-bunga yang pernah kusemai, hehehe. Aku tersenyum dan geleng-geleng kepala sendiri. Rasa tidak percaya aku pernah begitu naif dalam menulis.

Lebih satu bulan berlalu sejak tamanku dapat kubuka. Lalu pada hari ini aku mencoba untuk kembali menanam di hamparan lahan yang masih luas. Semoga aku dapat menanam bunga yang indah, yang menyejukkan mata.

Ada banyak kisah yang sejak dulu antri di kepalaku, yang menuntut untuk diuraikan dalam rangkaian kalimat.

Hari ini, aku, menuju ke menulis kisah.

Wednesday, September 18, 2019

SARANGHEYO



(Demi memenuhi janji pada pohon bambu, sungai, finger love dan teman-teman semua)


Matahari mengintip dari celah jendela kamarku. Semburatnya yang jingga keemasan selalu menarik, membuatku bangkit dari empuknya kasur.  Aku mendekati jendela, menyibak tirai, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Udara pagi yang sejuk menerpa pipiku. Aku menghirup udara dalam-dalam lalu melepaskannya pelan, sembari memejamkan mataku. Inilah salah satu caraku menikmati pagi. Hmmm betapa nikmatnya. 

Masih sambil memejamkan mata, satu wajah tiba-tiba terbayang, melintas begitu saja di ruang kepalaku yang sebenarnya pagi ini masih kosong. Belum ada pikiran apa-apa. Kenapa pula satu wajah itu terbayang sepagi ini?

Bibirku seketika melengkung. Membentuk garis senyum yang kata beberapa orang teman sih, manis. Oh yah, senyumku manis. Katanya sih. Kalau aku sendiri merasa biasa saja. Sama dengan kebanyakan teman-teman. Cuma ya, siapapun akan kelihatan lebih manis ketika tersenyum.
Hey, manis. Kata itu semakin menjelaskan bayangan yang tadi melewati ruang fikirku. Seorang cowok yang baru saja ku kenal. Dia manis? 

Bermula dari tawaran mendadak  Alan, teman sejak SMP yang kebetulan mendapat job pemotretan untuk kegiatan sosial. Tawaran yang serba mendadak itu tidak sempat lagi aku tolak. Terlebih ketika Alan menjelaskan panjang lebar bahwa kegiatanya lebih banyak outdoor dan untuk kemanusiaan pula, membuatku tertarik. Selama ini aku lebih banyak bekerja di indoor. Ini adalah kesempatan bagiku untuk menikmati udara bebas. Walau dengan resiko terpapar sinar matahari, tapi aku pikir tidak masalah. Toh sekali-kali aku perlu membuktikan bahwa iklan sunblock itu benar. Bukan sekedar iklan.

Jadilah pagi itu aku bergegas mengikuti Alan yang menjemputku di rumah. Persiapannya serba mepet. Make Up ku pun sekenanya. Tapi Alan meyakinkan aku bahwa pemotretan kali ini konsepnya beda. Bukan sisi glamour yang utama. Tapi sisi natural model yang perlu ditonjolkan untuk dipadukan dengan alam bebas. Tidak perlu dandan lama-lama karena waktunya sangat mendesak.
Benar saja kata Alan. Beberapa teman telah menunggu kedatangan kami. Semua masih baru bagiku. Kami tidak sempat berkenalan, karena buru-buru ke lokasi pengambilan gambar yang memakan waktu sekira 45 menit dari pusat kota.

Tiba di lokasi, diadakan briefing, mendengarkan penjelasan dan arahan dari beberapa orang yang sepertinya memegang peranan penting dalam pengambilan gambar tersebut. Setelah itu, take gambar dimulai.

Kami mendapat kesempatan beberapa kali untuk beristirahat. Selain makan, kami gunakan waktu juga untuk ngobrol, saling kenal satu sama lain serta merapikan make up. Semua berjalan lancar. Apalagi tim produksi, aku sebut mereka demikian begitu baik kepada kami. Mereka kakak-kakak yang baik dan penuh perhatian.

Pengambilan gambar hingga sore hari. Setelah itu kami istirahat di bawah pohon bambu. Ya pengambilan gambar diadakan di hutan bambu yang bersebelahan dengan sungai. Pemandangannya sangat indah. Ada beberapa tenda yang di dirikan untuk kami tempati beristirahat, begitu pula, ada beberapa hammock yang diikatkan pada pohon bambu yang bisa kami gunakan untuk bersantai.
Aku mengambil beberapa gambar menggunakan ponselku untuk koleksi pribadi. Saat asyik berselfi itulah, seorang kakak cowok mendekat, menawarkan diri untuk memotretku. Alan sudah nyebur ke sungai sejak tadi sehingga aku tidak bisa meminta tolong dia memotretku.

Dengan suka cita aku mengansurkan ponselku kepadanya.
“Maaf, kak….”, aku diam sesaat, aku tidak tahu namanya mengingat perkenalan singkat tadi aku tidak sempat menyimak dengan baik-baik nama mereka satu persatu.

“Esa”, dia mengulurkan tangannya. Entah, hendak mengambil ponsel atau hendak jabat tangan?
Sesaat aku ragu. Dengan sigap dia mengambil ponsel dari tanganku yang telanjur terjulur lalu menjabat tanganku. Begitu cepat kejadiannya sehingga aku tidak sempat menarik tanganku kembali setelah dia mengambil ponsel.

Mata itu, dia lekat menatapku. Seketika aku tersipu. Aku menunduk malu. Aku berusaha menarik tangan yang masih digenggamnya.
“Eits, sebut nama dulu”, dia menahan tangaku.
“Desy, Kak!” Kataku sambil tetap menunduk. Aku tidak berani mengangkat kepalaku. Entah kenapa aku merasa tatapannya menusuk.

“Mau dipoto atau tidak?” Tanyanya setelah kami terdiam beberapa detik.
“Eh iya, mau”, jawabku. Sial kenapa aku jadi salah tingkah begini?
Aku mulai berpose, berusaha sesantai mungkin. Kak Esa beberapa kali mengambil gambar.
“Terima kasih yah, Kak”.
Aku mengambil ponsel lalu berjalan ke arah hammock. Sambil berbaring aku mengamati hasil jepretan Kak Esa tadi. Semuanya bagus.

Mataku lalu berputar mencari sosok itu. Iya berdiri di dekat tenda dengan posisi membelakangiku. Aku amati dirinya, tegap dan tinggi.
Awalnya aku tidak begitu memperhatikan Kak Esa. Boleh dikata tidak ada yang menonjol dari dirinya, kecuali kulitnya yang lebih gelap. Mungkin karena selalu bercengkrama dengan sinar matahari.

Tiba-tiba dia  memutar badannya. Aku tidak sempat mengalihkan pandanganku. Aku kepergok sedang mengamatinya. Seperti tadi aku merasa tercekat saat dia menatapku sambil tersenyum.
Ya Allah ternyata dia manis juga.

“Kenapa lihat-lihat aku, suka yah?” Kak Esa berjalan mendekat.
Aku menelan ludah, mengalihkan pandanganku. Kurasa detak jantungku mulai tak beraturan. Keresek daun bambu yang diinjaknya semakin jelas. Aku memejamkan mata. Ya Tuhan, kenapa pula dia harus melihat aku sedang mengamatinya.

Kak Esa menggoyangkan hammock sambil terkekeh. Keringat dingin mulai bermunculan di tubuhku. Tiba-tiba aku merasa sesak, haus, tapi juga kedinginan. Dinginnya mungkin karena angin sore tak henti berhembus. Entahlah.

“Biasanya kalau ada cewek yang diam-diam mengamati cowok, berarti cewek itu suka sama cowoknya. Desy suka sama aku yah?”
Sial Kak Esa mulai berani mengolokku.
“Aku,… maaf kak, tadi dak sengaja mengamati kakak,” jawabku asal.
“Santai aja, Des, aku suka kamu koq.” Ujarnya santai. To the poin. Singkat dan jelas.

Aku semakin meringkuk di hammock. Ingin sekali rasanya bagian tengah hammock itu bocor agar badanku bisa jatuh ke tanah dan aku bisa segera pergi dari situ.

Kedatangan Alan dari acara nyeburnya di sungai menyelamatkan aku dari situasi tersebut. Dia segera berganti pakaian. Kami bersiap-siap pulang. Yang bikin aku jengah Kak Esa tidak lepas memandangi aku. Beberapa kali pandangan kami bertemu, tapi kemudian aku hindari. Ada sesuatu yang aneh di dadaku tiap kali pandangan kami bertemu. Aku rasanya tidak suka dia melihatku, tapi aku suka melihatnya. Aneh.

Kami kemudian menuju mobil. Kak Esa dengan sigap membuka pintu mobil begitu aku mendekat. Lalu dia membisikkan satu kata saat aku mulai naik
“Sarangheyo,” bisiknya yang cukup membuat aku tertegun beberapa detik dan debar jantungku makin tidak karuan.

Tiga hari berlalu. Kak Esa tidak pernah berkabar. Aku mulai merasakan ada bibit rindu di sudut hatiku. Aku mulai suka memikirkannya. Seperti pagi ini, saat baru bangun, aku mulai memikirkannya. Bagaimana kabarnya? Dia lagi apa? 

Aku menjadi tidak sabar menunggu akhir pekan. Sesuai jadwal, pengambilan gambar hanya dilakukan pada akhir pekan. Dan rasanya sangat lama menunggu hari itu.
Sebuah jendela berderit. Seperti penghuni kamar sebelah sudah bangun, adikku semata wayang. 

Sayup kudengar alunan musik dari kamarnya
Yeah oh baby......
Bila Matahari saat ini tak cerah
Itu mendung, itu mendung
Bila bunga di taman tidak kehujanan
Itu layu, itu layu.

Hey.. itukan lagunya Sule. Yang Sarangheyo itu. Aku menajamkan pendengaranku. Benar, lagu Sule bersama Eru yang menggunakan empat bahasa dalam lagu terebut

I don't believe in all this happened to me baby
Aku tidak percaya
I don't believe in all this happened to me beibeh
I can't believe, Teu percanten
Sarangheyo aku cinta padamu
Sarangheyo aku sayang padamu
Sarangheyo abdi bogoh kasaliran
Sarangheyo kulo tresno sliramu

Oh my darling kamsanida

Aku ikut bersenandung sambil bersandar di daun jendela. Lagu itu koq jadi enak sekali didengar yah? Padahal kemarin-kemarin aku tida suka mendengarnya.
Ah mungkinkah karena Kak Esa membisikkan kata itu tiga hari yang lalu? Aku tersenyum memikirkan hal tersebut.

Kak Esa, aku sarangheyo padamu, bisikku dalam hati!
Semoga akhir pekan segera tiba.

 Sumber gambar : https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fae01.alicdn.com%2Fkf%2FHTB11Q7YnYSYBuNjSspiq6xNzpXa2%2F2018-Baru-Cinta-Hati-Stud-Earrings-Wanita-Korea-Lucu-Bergaya-Mode-Finger-Gesture-Desain-Anting-Perhiasan.jpg_q50.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fid.aliexpress.com%2Fi%2F32860513688.html&docid=_ohC0bOOHdETBM&tbnid=hP114nr57U9nqM%3A&vet=10ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA..i&w=800&h=800&safe=strict&bih=607&biw=1280&q=finger%20love%20cinta&ved=0ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA&iact=mrc&uact=8#h=800&imgdii=enhhDNo28JUw1M:&vet=10ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA..i&w=800

Monday, September 16, 2019

BAHAYA FITNAH


Boleh jadi yang kau dengar itu benar.
Tapi jangan langsung percaya begitu saja. Karena boleh jadi yang kau dengar itu tidak benar sama sekali. Apalagi jika itu cerita tentang orang per orang.
Mudah percaya pada perkataan orang menjadi pintu besar bagimu untuk memasuki ruang FITNAH. Berhati-hatilah! 

Satu kalimat fitnah yang kau dengar lalu kau sampaikan lagi pada orang lain menyebabkan seorang yang ter-fitnah terbunuh berkali-kali. Bahkan dukanya lebih dalam daripada kematian.
Boleh jadi kau tahu persis bahwa orang yang difitnah tidaklah demikian. Tapi kau memilih diam. Merasa tak perlu meluruskan hal yang sebenarnya kau tahu bahwa itu bengkok. Bahkan apa yang dituduhkan padanya sebenarnya ada padamu.

Pilihan diam-mu itu, cepat atau lambat akan menjadi duri bagimu. Terlebih jika yang difitnah memilih bersabar sembari mengelus dada. Untuk hal ini, kelak kau akan mendapatkan balasannya.
Bagimu yang mendapat FITNAH, tersenyumlah. Kau sedang diuji untuk naik kelas. Kau tak perlu sibuk berteriak melawan, karena kebenaran akan terungkap.

Adalah lebih baik jika yang selama ini menfitnah-mu menjalani pengadilan tertinggi, PENGADILAN HATI.

SOGA, Sebuah Surga yang Tersembunyi.



Matahari begitu cerah, membuat cuaca cukup terik. Tapi tidak di sini di sebuah hutan bambu, sangatlah sejuk. Kunamai tempat ini sebagai sebuah SURGA yang tersembunyi. Tepat di sisi hutan bambu, membentang sungai berair bening yang menyuguhkan panorama indah.
Membuat aku yang berkali-kali ke sini masih terpana. Masih takjub. Dan tak tahan untuk tidak menceburkan diri. (Untuk urusan nyebur disarankan memakai pelampung mengingat kedalaman sungai berkisar 40-70 meter ; sesuai keterangan warga setempat).

Sejuknya air sungai seolah menjadi sarana terapi.
Desir angin yang menggoda dedaunan pohon bambu menjadi irama yang menenangkan. Lahir sebuah lagu tanpa syair namun begitu syahdu. Membuatku asyik berlama-lama. Melupakan waktu untuk kembali ke dunia nyata.

Piknik selalu menyenangkan. Alam selalu menenangkan. Membuatku mudah mengingat hal-hal positif. Memberi inspirasi untuk melihat segala sesuatu dengan lebih baik.
Udara sejuk memenuhi rongga dadaku. Hidup terasa lebih ringan ( entahlah besok saat di ruang kerja, hahaha). Semoga aura positif yang kutemukan di sini dapat bertahan lama, menjadi motivasi untuk melakukan kewajiban sebagai pekerja, sebagai pelayan.

Bukan perkara mudah menjalani hari Senin hingga Jumat. Namun piknik ibarat men-charger semangat untuk melakukan kewajiban-kewajiban tersebut.

Aku siap menjalani hari esok!

Terima kasih untuk keluarga besarku di Soga yang selalu siap menerima tiap aku berkunjung, bukan aku saja, bahkan dengan rombonganku. Terima kasih selalu siap direpotkan.
Cc Bapak Budirman Azis, Wawan Soga, Yulis, Appy Tenratu Wiwin Haswinardi, Bapak Hamzah, Santi Soga, Neng Verha Libra

#soga#surgayangtersembunyi#ayokesoga

Friday, September 13, 2019

Sebuah Perjalanan


Bahkah pada saat tidurpun aku masih melakukan perjalanan. Terkadang dalam perjalanan tersebut menemui hal-hal yang tidak masuk akal.
*****
Kami bersama-sama meninggalkan ruang pertemuan. Berjalan bergerombol sambil bercanda. Setelah seharian duduk rasanya sangat senang bisa berjalan sambil bercanda. Sedianya kami akan kembali ke penginapan. Namun seorang teman mengajak kami untuk melihat-lihat beberapa tempat di kota besar ini. Ya kami berada di Jakarta.

Sebelum meninggalkan gedung pertemuan itu, aku pamit sama teman-teman untuk ke toilet. Beberapa dari kami juga menuju toilet. Ada sekitar 5 orang yang ke toilet termasuk aku. Tiga orang diantaranya cowok. Aku jelas melihat Jusman ke tolilet juga. Tapi kenapa begitu keluar toilet tidak satupun teman yang aku lihat? Entah aku yang kelamaan di toilet atau teman-teman tidak mendengar ketika aku pamit? Ketika keluar dari toilet, tidak satupun temanku yang kulihat. Padahal tadi kami ada ber-lima belas atau tujuh belas. 

Aku mencari-cari mereka di sekitar gedung tinggi itu. Suasana masih ramai, namun tidak ada satupun yang aku kenal. Hmm begitu cepat teman-teman pergi? Tapi mereka kemana? Mengapa sampai meninggalkan aku? Atau mereka tidak menyadari bahwa aku belum ada dalam rombongan?
Setelah hampir memutari area gedung dan tidak menemukan satu orang teman pun, aku memutuskan menyusuri jalan keluar yang ada di samping gedung. Aku memutuskan berjalan kaki. Entah kenapa pula aku yakin bahwa teman-teman ada di depan dan juga berjalan kaki.

Kiri kanan jalan sepi. Aku berpapasan dengan beberapa pengguna jalan yang menggunakan sepeda motor maupun mobil. Hanya aku yang berjalan kaki.
Tiba-tiba jalanan di depanku menanjak terjal. Sangat terjal. Aku hampir tidak percaya demi melihat jalanan yang berdiri serupa dinding. Kemiringan sembilan puluh derajat. 

Aku meneruskan langkah. Bukan lagi melangkah tapi tepatnya aku mendaki jalanan aspal itu. Bagaimana mungkin ada jalan sepeti ini, pikirku sambil tetap berusaha meneruskan perjalanan. Alhamdulillah aku berhasil melewati jalan terjal tersebut. Hanya saja HPku hampir jatuh. Untung kemudian berhasil memindahkan HP  dari saku ke mulutku. Ya aku menggigit HP sambil mendaki jalan tersebut.

Begitu tiba di puncak jalan, seorang bapak yang mengendarai sepeda motor warna merah kesulitan menurunkan motornya. Kami tadi berlawanan arah. Dia meminta aku membantunya menurunkan motor tersebut. Sambil memegang setir motornya, aku memandang jalanan di bawah yang baru saja kutinggalkan dengan perasaan takut jatuh. Aku ingin membantunya, tapi di sisi lain aku takut semakin tertinggal dari teman-teman.
Aku masih mematung memegang motor tersebut ketika tiba-tiba terdengar adzan.
Aku terbangun.

*****

Mimpi semalam,
Aku terbangun saat adzan subuh berkumandan.

SEPATU BOOTS DI LAHAN KOSONG