Wednesday, May 15, 2019

Anting


Anting, Pasanganmu Di Mana?
Aku mengenakan anting, sejak bayi, sejak ibu menindik telingaku. Kebiasaan itu lalu terbawa hingga sekarang. Akhirnya merasa aneh ketika tidak ada perhiasan di telinga. Walaupun anting tersebut tidak lagi kelihatan karena mengenakan hijab. Mengenakan anting bukan lagi persoalan mau menunjukkan model anting tapi sudah seperti sebuah kebutuhan.

Sejak kecil aku selalu mengenakan anting dengan model yang sederhana, yaitu yang berupa lingkaran kecil dengan hiasan satu bola-bola kecil. Semua itu tentunya tak lepas dari ibu yang memang memilihkan model demikian. Alasanya biar tahan lama. Takutnya jika modelnya ramai, berjuntai-juntai, malah nanti antingnya cepat putus. Sedangkan ibu tidak bisa sering-sering membeli anting untuk kami, anak-anaknya. Kebetulan kami ada tiga orang perempuan. Kami hanya berganti anting jika anting kami hilang sebelah. Bisanya jika hilang sebelah, ibu lalu mengajak kami ke toko emas dan melakukan transaksi tukar tambah. Tentunya modelnya sama.
Model anting itu kemudian lekat denganku, bahkan setelah ibu tiada, bahkan setelah aku bisa memilih dan membeli sendiri. Aku masih mencari model lingkaran kecil plus satu bola-bola kecil sebagai hiasannya. 

Pernah satu kali aku menganti anting. Tentunya aku masih mencari model andalan ibuku. Sayangnya hari itu model tersebut tidak ada di toko langganan kami. Pemilik toko lalu menunjukkan model yang tidak jauh beda. Masih lingkaran kecil dengan hiasan bola-bola, tapi jumlah bolanya lebih banyak, 14 bola. Aku lalu memilih model tersebut. Bertahun-tahun aku memakai model anting dengan model bola-bola yang lebih banyak.

Suatu hari, sebelah antingku hilang. Setelah mencari kemana-mana, tidak juga kutemukan. Akhirnya aku kembali ke toko emas dan melakukan tukar tambah, tentunya dengan model yang sama. Tanpa kuduga, beberapa waktu kemudian, aku menemukan anting sebelah yang hilang itu.
Anting hasil tukar tambah inilah yang kupakai hingga 12 Mei kemarin. Sudah cukup lama. Selama memakainya, telah beberapa kali pula hilang. Tapi belajar dari kejadian sebelumnya, tiap kali hilang aku memilih mencarinya dari pada melakukan tukar tambah di toko emas. Aku berharap selalu dapat menemukannya kembali.

Ini kali yang ketiga antingku hilang. Setelah melakukan pencarian di kamar tidur, di ruang nonton, di kamar mandi, tak juga kutemukan. Lalu teringat malam terakhir aku memakainya, aku sempat ke kafe. Kalau misalnya jatuh di kafe, ya apa boleh buat, aku sudah ikhlas. Tapi pulang dari kafe aku singgah di rumah teman. Semoga saja anting yang sebelah itu masih dapat kutemukan.
Kemungkinan terburuk kalaupun benar-benar hilang, maka anting yang sebelah yang ada padaku ini akan kusimpan, sebagai anting kenangan.

No comments:

SEPATU BOOTS DI LAHAN KOSONG