(Demi memenuhi janji pada pohon bambu, sungai, finger love dan teman-teman semua)
Matahari mengintip dari celah jendela kamarku. Semburatnya yang jingga keemasan selalu menarik, membuatku bangkit dari empuknya kasur. Aku mendekati jendela, menyibak tirai, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Udara pagi yang sejuk menerpa pipiku. Aku menghirup udara dalam-dalam lalu melepaskannya pelan, sembari memejamkan mataku. Inilah salah satu caraku menikmati pagi. Hmmm betapa nikmatnya.
Masih sambil memejamkan mata, satu
wajah tiba-tiba terbayang, melintas begitu saja di ruang kepalaku yang
sebenarnya pagi ini masih kosong. Belum ada pikiran apa-apa. Kenapa pula satu
wajah itu terbayang sepagi ini?
Bibirku seketika melengkung. Membentuk
garis senyum yang kata beberapa orang teman sih, manis. Oh yah, senyumku manis.
Katanya sih. Kalau aku sendiri merasa biasa saja. Sama dengan kebanyakan
teman-teman. Cuma ya, siapapun akan kelihatan lebih manis ketika tersenyum.
Hey, manis. Kata itu semakin
menjelaskan bayangan yang tadi melewati ruang fikirku. Seorang cowok yang baru
saja ku kenal. Dia manis?
Bermula dari tawaran mendadak Alan, teman sejak SMP yang kebetulan mendapat
job pemotretan untuk kegiatan sosial. Tawaran yang serba mendadak itu tidak
sempat lagi aku tolak. Terlebih ketika Alan menjelaskan panjang lebar bahwa
kegiatanya lebih banyak outdoor dan untuk kemanusiaan pula, membuatku tertarik.
Selama ini aku lebih banyak bekerja di indoor. Ini adalah kesempatan bagiku
untuk menikmati udara bebas. Walau dengan resiko terpapar sinar matahari, tapi
aku pikir tidak masalah. Toh sekali-kali aku perlu membuktikan bahwa iklan
sunblock itu benar. Bukan sekedar iklan.
Jadilah pagi itu aku bergegas
mengikuti Alan yang menjemputku di rumah. Persiapannya serba mepet. Make Up ku
pun sekenanya. Tapi Alan meyakinkan aku bahwa pemotretan kali ini konsepnya
beda. Bukan sisi glamour yang utama. Tapi sisi natural model yang perlu
ditonjolkan untuk dipadukan dengan alam bebas. Tidak perlu dandan lama-lama
karena waktunya sangat mendesak.
Benar saja kata Alan. Beberapa teman
telah menunggu kedatangan kami. Semua masih baru bagiku. Kami tidak sempat
berkenalan, karena buru-buru ke lokasi pengambilan gambar yang memakan waktu
sekira 45 menit dari pusat kota.
Tiba di lokasi, diadakan briefing,
mendengarkan penjelasan dan arahan dari beberapa orang yang sepertinya memegang
peranan penting dalam pengambilan gambar tersebut. Setelah itu, take gambar
dimulai.
Kami mendapat kesempatan beberapa
kali untuk beristirahat. Selain makan, kami gunakan waktu juga untuk ngobrol,
saling kenal satu sama lain serta merapikan make up. Semua berjalan lancar. Apalagi
tim produksi, aku sebut mereka demikian begitu baik kepada kami. Mereka kakak-kakak
yang baik dan penuh perhatian.
Pengambilan gambar hingga sore
hari. Setelah itu kami istirahat di bawah pohon bambu. Ya pengambilan gambar diadakan
di hutan bambu yang bersebelahan dengan sungai. Pemandangannya sangat indah. Ada
beberapa tenda yang di dirikan untuk kami tempati beristirahat, begitu pula,
ada beberapa hammock yang diikatkan pada pohon bambu yang bisa kami gunakan
untuk bersantai.
Aku mengambil beberapa gambar
menggunakan ponselku untuk koleksi pribadi. Saat asyik berselfi itulah, seorang
kakak cowok mendekat, menawarkan diri untuk memotretku. Alan sudah nyebur ke
sungai sejak tadi sehingga aku tidak bisa meminta tolong dia memotretku.
Dengan suka cita aku mengansurkan
ponselku kepadanya.
“Maaf, kak….”, aku diam sesaat, aku
tidak tahu namanya mengingat perkenalan singkat tadi aku tidak sempat menyimak
dengan baik-baik nama mereka satu persatu.
“Esa”, dia mengulurkan tangannya. Entah,
hendak mengambil ponsel atau hendak jabat tangan?
Sesaat aku ragu. Dengan sigap dia
mengambil ponsel dari tanganku yang telanjur terjulur lalu menjabat tanganku. Begitu
cepat kejadiannya sehingga aku tidak sempat menarik tanganku kembali setelah
dia mengambil ponsel.
Mata itu, dia lekat menatapku. Seketika
aku tersipu. Aku menunduk malu. Aku berusaha menarik tangan yang masih
digenggamnya.
“Eits, sebut nama dulu”, dia
menahan tangaku.
“Desy, Kak!” Kataku sambil tetap
menunduk. Aku tidak berani mengangkat kepalaku. Entah kenapa aku merasa
tatapannya menusuk.
“Mau dipoto atau tidak?” Tanyanya
setelah kami terdiam beberapa detik.
“Eh iya, mau”, jawabku. Sial kenapa
aku jadi salah tingkah begini?
Aku mulai berpose, berusaha
sesantai mungkin. Kak Esa beberapa kali mengambil gambar.
“Terima kasih yah, Kak”.
Aku mengambil ponsel lalu berjalan ke
arah hammock. Sambil berbaring aku mengamati hasil jepretan Kak Esa tadi. Semuanya
bagus.
Mataku lalu berputar mencari sosok
itu. Iya berdiri di dekat tenda dengan posisi membelakangiku. Aku amati
dirinya, tegap dan tinggi.
Awalnya aku tidak begitu
memperhatikan Kak Esa. Boleh dikata tidak ada yang menonjol dari dirinya,
kecuali kulitnya yang lebih gelap. Mungkin karena selalu bercengkrama dengan
sinar matahari.
Tiba-tiba dia memutar badannya. Aku tidak sempat
mengalihkan pandanganku. Aku kepergok sedang mengamatinya. Seperti tadi aku
merasa tercekat saat dia menatapku sambil tersenyum.
Ya Allah ternyata dia manis juga.
“Kenapa lihat-lihat aku, suka yah?”
Kak Esa berjalan mendekat.
Aku menelan ludah, mengalihkan
pandanganku. Kurasa detak jantungku mulai tak beraturan. Keresek daun bambu yang
diinjaknya semakin jelas. Aku memejamkan mata. Ya Tuhan, kenapa pula dia harus
melihat aku sedang mengamatinya.
Kak Esa menggoyangkan hammock
sambil terkekeh. Keringat dingin mulai bermunculan di tubuhku. Tiba-tiba aku
merasa sesak, haus, tapi juga kedinginan. Dinginnya mungkin karena angin sore
tak henti berhembus. Entahlah.
“Biasanya kalau ada cewek yang
diam-diam mengamati cowok, berarti cewek itu suka sama cowoknya. Desy suka sama
aku yah?”
Sial Kak Esa mulai berani
mengolokku.
“Aku,… maaf kak, tadi dak sengaja
mengamati kakak,” jawabku asal.
“Santai aja, Des, aku suka kamu
koq.” Ujarnya santai. To the poin. Singkat dan jelas.
Aku semakin meringkuk di hammock. Ingin
sekali rasanya bagian tengah hammock itu bocor agar badanku bisa jatuh ke tanah
dan aku bisa segera pergi dari situ.
Kedatangan Alan dari acara
nyeburnya di sungai menyelamatkan aku dari situasi tersebut. Dia segera
berganti pakaian. Kami bersiap-siap pulang. Yang bikin aku jengah Kak Esa tidak
lepas memandangi aku. Beberapa kali pandangan kami bertemu, tapi kemudian aku
hindari. Ada sesuatu yang aneh di dadaku tiap kali pandangan kami bertemu. Aku rasanya
tidak suka dia melihatku, tapi aku suka melihatnya. Aneh.
Kami kemudian menuju mobil. Kak Esa
dengan sigap membuka pintu mobil begitu aku mendekat. Lalu dia membisikkan satu
kata saat aku mulai naik
“Sarangheyo,” bisiknya yang cukup
membuat aku tertegun beberapa detik dan debar jantungku makin tidak karuan.
Tiga hari berlalu. Kak Esa tidak
pernah berkabar. Aku mulai merasakan ada bibit rindu di sudut hatiku. Aku mulai
suka memikirkannya. Seperti pagi ini, saat baru bangun, aku mulai
memikirkannya. Bagaimana kabarnya? Dia lagi apa?
Aku menjadi tidak sabar menunggu
akhir pekan. Sesuai jadwal, pengambilan gambar hanya dilakukan pada akhir pekan.
Dan rasanya sangat lama menunggu hari itu.
Sebuah jendela berderit. Seperti penghuni
kamar sebelah sudah bangun, adikku semata wayang.
Sayup kudengar alunan musik dari
kamarnya
Yeah
oh baby......
Bila Matahari saat ini tak cerah
Itu mendung, itu mendung
Bila bunga di taman tidak kehujanan
Itu layu, itu layu.
Bila Matahari saat ini tak cerah
Itu mendung, itu mendung
Bila bunga di taman tidak kehujanan
Itu layu, itu layu.
Hey.. itukan lagunya Sule. Yang Sarangheyo itu. Aku menajamkan pendengaranku. Benar, lagu Sule bersama Eru yang menggunakan empat bahasa dalam lagu terebut
I don't believe in all this happened to me baby
Aku tidak percaya
I don't believe in all this happened to me beibeh
I can't believe, Teu percanten
Sarangheyo aku cinta padamu
Sarangheyo aku sayang padamu
Sarangheyo abdi bogoh kasaliran
Sarangheyo kulo tresno sliramu
Oh my darling kamsanida
Aku ikut bersenandung sambil bersandar
di daun jendela. Lagu itu koq jadi enak sekali didengar yah? Padahal kemarin-kemarin
aku tida suka mendengarnya.
Ah mungkinkah karena Kak Esa
membisikkan kata itu tiga hari yang lalu? Aku tersenyum memikirkan hal
tersebut.
Kak Esa, aku sarangheyo padamu,
bisikku dalam hati!
Semoga akhir pekan segera tiba.
Sumber gambar : https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fae01.alicdn.com%2Fkf%2FHTB11Q7YnYSYBuNjSspiq6xNzpXa2%2F2018-Baru-Cinta-Hati-Stud-Earrings-Wanita-Korea-Lucu-Bergaya-Mode-Finger-Gesture-Desain-Anting-Perhiasan.jpg_q50.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fid.aliexpress.com%2Fi%2F32860513688.html&docid=_ohC0bOOHdETBM&tbnid=hP114nr57U9nqM%3A&vet=10ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA..i&w=800&h=800&safe=strict&bih=607&biw=1280&q=finger%20love%20cinta&ved=0ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA&iact=mrc&uact=8#h=800&imgdii=enhhDNo28JUw1M:&vet=10ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA..i&w=800