melepas pandang nun jauh, mencari bintang di balik kabut. bolehlah ia menjadi kisah, yang kututurkan lewat kataku. "a light of miracle"
Tuesday, November 20, 2018
NISA…
Sunday, October 28, 2018
Soga, Lomba Rakit dan Keluarga-ku

Berbaur dengan masyarakat dari bapak2, ibu2 dan pemudanya. Aku mendapat kesempatan lebih luas lagi untuk mengeksplore desa Soga. Melihat lebih luas, menemukan banyak potensi dan tentunya berbaur dengan warga yang luar biasa ramah. Akhirnya aku mendapat keluarga baru. Ada bapak, ibu yang selalu senang menyambut kedatanganku. Ada adik dan kakak... semuanya begitu baik padaku. Dari Kepala Desa sampai warganya. Alhamdulillah aku mendapatkan rumah yang lapang. Aku mendapatkan tempat dimana tidak akan kelaparan hanya karena tidak membawa makanan ataupun minuman.
Benarlah adanya bahwa Soga adalah surga. Hal ini pernah diungkapkan oleh mba Mey... seorang warga negara Belanda yang pernah menetap di Desa Soga berbulan-bulan untuk penelitiannya. Bahkan setelah penelitiannya selesai, mba Mey datang lagi ke Soga membawa orang tuanya untuk menunjukkan pesona desa ini.
Hari ini diadakan Lomba Rakit yang digelar oleh Pemuda Karang Taruna. Jauh hari sebelumnya aku sudah mendapat informasi tentang acara yang telah ditetapkan sebagai acara tahunan.
Mengapa aku harus datang di acara ini?
Ada beberapa alasan. Yang pertama, Soga adalah rumahku. Yang kedua aku sudah janji akan datang pada saudaraku Wawan dan Wiwin (Ketua Karang Taruna). Yang ketiga, karena Bapak. Bapak ku. Bapak H.Budirman Asis (kepala desa) dan Bapak Hamzah, dan bapak2 lainnya yamg tidak dapat kusebutkan satu2.
Aku datang karena aku merasa telah menjadi bagian dari mereka di Soga.
Terima kasih bapak Budi yang selalu memberiku tempat dan menerimaku di Soga. Terima kasih bapak Hamzah...telepon bapak yang mengingatkan aku akan acara di Soga sungguh buatku terharu. Terima kasih saudara2 ku semua yang selalu menyiapkan makanan dan kemudian membungkuskan pula untuk kubawa pulang. Semoga keindahan yang terbina ini dapat berlansung selamanya. Aamiin
Tuesday, February 07, 2017
Mr. Taysen, Happy Trip


Monday, October 24, 2016
perjalanan, pada rel kereta
Entah telah berapa lama niat itu ada. Setiap kali melintas rasanya ingin berhenti sejenak, menjejak kaki dan menebar senyum. Merasakan belai angin dan dan sapaan matahari. Menikmati aroma hijau yang ada di sekitarnya. Aku telah terpesona dengan bentangan bangunan rel kereta api yang membelah persawahan di Kabupaten Barru itu. Telah ada poto beberapa teman yang mereka upload di medsos. Membuatku berandai-andai kala melihat poto2 mereka. Betapa tidak, aku memang pernah melakukan hal yang sama, berpoto di rel kereta. Tapi untuk itu aku mesti ke Pulau Jawa dulu. Sesuatu....
Seiring perjalanan waktu. (mungkin) Melalui debat yang panjang diantara para petinggi2 di Sulsel... akhirnya rel kereta pun mulai dibangun di beberapa kabupaten. Kendati tidak melewati Kabupaten Soppeng maupun Bone (dua kota tempat tinggal-ku) tapi aku tetap merasa hepi. Sebentar lagi. Ya sebentar lagi alat transportsi yang dulu hanya merupakan dongeng bagiku akan ada di sini. Di Sulawesi Selatan. Dan In Sha Allah bisa aku gunakan untuk melihat tempat2 lain di Pulau Sulawesi yang hingga saat ini belum pernah aku kunjungi.
Melihat bentangan rel itu.... berderet nama kota mulaui tersusun rapi di kepalaku. Rencana perjalanan mulai tersusun secara otomatis. Ahh rencana perjalanan selalu mampu menggoda otakku. Sesuatu yang sangat seksi bagiku. Lebih2 perjalanan-nya. Sesuatu yang mampu membuat aku berubah pikiran dengan sangat cepat. Berdiri di rel kereta. Membayangkan kereta melintas, berpoto, tersenyum dan berdoa. Semoga diberi umur panjang agar dapat menikmati perjalanan dengan kereta. Semoga diberi rezeki agar dapat dengan mudah mewujudkan niat perjalanan dengan kereta
Friday, August 12, 2016
ayah, aku dan agustus
Ayah. Agustus tiba. Bulan merah putih yang penuh kenangan bagiku. Kenangan tentang-mu. Terkenang akan kesabaranmu membenahi rumah, halaman dan pagar kita.
Agustus yang cenderung panas. Hangat matahari sedari pagi telah terasa. Dan semilir angin yang juga kering. Namun menebarkan aroma yang menggoda hidungku. Yah Aroma agustus ini yang (mungkin) hanya tercium oleh hidungku. Aroma yang membangkitkan kenanganku akan dirimu, Ayah.
Aku rindu mengecat pagar. memasang umbul2, membakar sampah. Rindu melakukannya bersamamu. titip rindu, titip doa
Tuesday, November 25, 2014
kisah tempe dan puasa
Wednesday, March 12, 2014
bersamA musiM
Udara gerah tanpa titik air. Cuaca panas menghanguskan semua. Daun tak lagi hijau. Ia telah kerontang hampir luruh dari dahan. Bahkan sebagian telah luruh tak berdaya, dimainkan angin, melayang hingga ke tanah.
Bumi yang tak lagi hijau. Permadani nan semerbak telah berubah menjadi coklat. Pucat dan tak lagi bernafas. Tak ada lagi rumput hijau yang tebal dan empuk di duduki. Tak ada permadani lapang tempatmu berlari, atau mungkin berbaring, berguling seiring tawamu. Saat ini musim kering, semuanya kering.
Aku melewati musim kering.Diawali kilat yang menyambar-nyambar bersama petir nan garang, seakan mengancam jiwaku. Aku takut, lalu mencari perlindungan yang mungkin aman, yang mungkin bisa selamatkan ku dari amuk kilat dan petir. Aku berlari-lari ketakutan ketika tiba-tiba angin pun berlalu dengan dengan sangat cepat, seakan ingin menerbangkan pepohonan. Tapi pohon itu tak rela berlalu. Dahan dan daunnya pun menolak anggun ajakan sang angin. Meliuk merunduk, apalagi yang dapat dilakukannya selain itu?
Aku masih berlari. Kilat, petir, angin, oh aku sangat ketakutan. Langit yang tadinya terang benderang, mendadak gelap gulita. Lalu meneteslah air dari langit. Siapa pula yang menangis di atas sana? Apakah hatiku yang bersedih bersemayam di langit? Dan saat ini sedang meng-ekspresi-kan kesedihannya? Langit menangis sejadi-jadinya. Aku yang masih berlari menjadi kuyup sekujur tubuhku. Aku berhenti berlari. Aku mencari pemilik air mata itu di langit. Kemana hatiku yang sedang menangis? Lelah dan perih mataku menentang hujan yang tak juga henti.
Aku di musim semi. Setelah tangisan langit itu berlalu, perlahan ada yang berubah. Kilat dan petir berlalu pergi. Langit kembali biru, ada senyum ceria surya di sana. Dari mana pula datangnya burung-burung yang tak henti berkicau. Iya membawakan lagu baru dalam kicaunya. Tentang sebuah taman yang penuh bunga diterbangi ribuan kupu-kupu.
Aku kah pemilik taman? Mengapa aku telah berdiri di taman ini? Di atas hamparan permadani yang telah hijau. Di bawah pohon-pohon yang telah mendapatkan daunnya kembali.
Ahh aku tak boleh melewatkan waktu. Aku harusnya menikmati permadani ini, memetik bunga yang semerbak, berkejaran dengan kupu-kupu. Aku harus menikmati surga ini. Sebelum musim berikutnya merenggutnya dariku.
Aku kembali di musim keringDalam perjalananku kutemukan sebuah lembah sunyi yang telah kering, merindukan titik air mata langit. Lelah. Aku tak mampu melanjutkan langkahku yang seret. Maka kusandarkan tubuh ringkihku pada pohon yang telah sangat haus pula. Aku duduk lunglai pada rumput-rumput yang meregang nyawa. Ya baiklah, kita bersama-sama menantikan musim itu, ketika benih kehidupan dibagikan oleh malaikat Tuhan.
Kita disini saja, bersama menanti berlalu-nya musim nan kering Kita disini saja, bersama menanti datangnya musim yang semi. 260214 @syaTENTANG ETIKA
Aku baru saja selesai sholat Magrib ketika ponselku berdering. Demi melihat nama yang tertera di layar, segera kurapikan mukenah lalu merai...
-
senin 2 Juli Pukul 8 tepat aku di simpul. Duduk di tempat biasa Nash duduk. Melakoni aktivitas yang sabtu kemarin masih dia lakoni. Hari per...
-
Sebenarnya aku ingin tegar laksana karang yang tak goyah meski di terpa ombak setiap detik, namun kembali niatku itu runtuh hari ini, sore t...