Tuesday, November 20, 2018

NISA…


(Catatan untuk seorang sahabat)


Setelah menyeberangi titian ini, maka aku ingin kau benar-benar menyeberang. Meninggalkan semua, kesedihan, kenangan dan hal buruk lainnya, termasuk dia.
Sa, malam semakin larut ketika aku menuliskan kalimat-kalimat ini. Sepi sekali, hingga suara ketukan jariku di kibor laptop jelas kudengar. Menjadi irama yang mengiringi kisah kita yang suram. Kisah yang mengharubirukan hatiku.



Apa kabar, Sa, apa kabarmu wanita hebat-ku. Sahabat yang paling dekat, teman jalan, teman nonton, teman curhat, ya teman segala-galanya. Aku masih ingat ungkapan bahwa kita bukanlah sahabat palsu. Kita adalah sahabat yang benar2 sahabat.

Kita yang saling dukung dalam berbagai hal dan saling kritik dalam hal lain. Kita yang selalu bisa saling menerima kritikan satu sama lain.


Makanya aku heran, ketika yang terakhir ini kamu tidak bisa menerima kritikanku lagi. Tepatnya sih saranku. Kedekatanmu dengan cowok yang aku kurang suka itu membuatmu jadi lain. Kamu lebih kasar dari biasanya, lebih ringan mengeluarkan kata-kata yang tidak pernah ku dengar sebelumnya. Kamu lain, Sa. Kamu telah bertransformasi menjadi Nisa yang lain.


Mengapa kamu harus dengannya. Sedangkan ada banyak teman kita yang lain, yang lebih baik, sedang mengantri untuk mendekatimu.


Cinta katamu, Sa. Karena kamu cinta dia. Sadarlah bahwa untuk perempuan seusia kita, menilai cinta itu tidak lagi menggunakan perasaan semata. Kita harus menyertakan logika. Ini sesuai dengan tuntutan zaman lho, Sa. Apa iya ada cinta yang katanya sayang kamu jam 7, tapi jam 12 nanti dia mengantar perempuan lain. Bukan itu saja, adakah cinta yang dengan ringan tangan menjambakmu ketika dia kurang suka saat kau protes, adakah cinta yang dengan ringan melontarkan makian saat berdebat denganmu. Tidak ada, Sa. Memang benar kisah cintaku tidak sukses juga, tapi setidaknya aku bisa membedakan mana yang pantas dicintai dan mana yang pantas ditinggalkan. Kau sendiri yang mengajarkan dan mengingatkanku. Ingat kan, aku pun pernah salah memilih orang dan dengan kukuhnya kau menunjukkan padaku kesalahanku dan kemudian aku mundur, kami Putus.


Sementara kamu, mengapa tidak berani mengambil keputusan? Pernah engkau bercerita bahwa kaupun lelah dengan apa yang terjadi. Tapi kenapa kau tak pernah berani melangkah dari dirinya? Kenapa kau masih memberi maaf setelah luka yang berkali-kali dia berikan padamu. Bukalah matamu, Nisaku.


Malam semakin sepi, Sa. Dan aku merasakan relung-relung hatiku mulai diisi rindu akan tawamu. Sudah berbilang bulan kita tiada bertemu. Kesibukan menjadi alasan klise kita. Ya kamu sibuk, akupun demikian. Tapi dulu juga seperti ini, dan kita selalu bisa punya waktu untuk sekedar berbagi kisah hari itu atau mengisi hari libur dengan naik motor kemana-mana.
Kamu kian jauh, Sa. Sampai kemudian aku terpikir untuk coba lagi mengajakmu. Aku ingin mengajakmu menyeberang. Melintasi masalahmu kini. Yakinlah di depan sana ada yang lebih baik menunggumu. Sampai kapan kau bisa bersamanya, bersama dia yang sama sekali tidak mendapat restu dari keluargamu. Sadarlah, Sa

Sunday, October 28, 2018

Soga, Lomba Rakit dan Keluarga-ku

Kembali ke Soga. Sebuah desa yang menyimpan banyak keindahan dan telah membuatku jatuh cinta padanya sejak pertama kali berkunjung. Awalnya diundang oleh teman yang bapaknya kebetulan kepala desa. Keindahan yang kulihat pada hari itu belum bisa lagi kulihat kembali. Sampai kemudian suatu hari, sekitar 9 tahun setelah kunjungan pertama, aku dapat tugas di Soga. Tidak tanggung2, aku ditugaskan selama 3 tahun.

Berbaur dengan masyarakat dari bapak2, ibu2 dan pemudanya. Aku mendapat kesempatan lebih luas lagi untuk mengeksplore desa Soga. Melihat lebih luas, menemukan banyak potensi dan tentunya berbaur dengan warga yang luar biasa ramah. Akhirnya aku mendapat keluarga baru. Ada bapak, ibu yang selalu senang menyambut kedatanganku. Ada adik dan kakak... semuanya begitu baik padaku. Dari Kepala Desa sampai warganya. Alhamdulillah aku mendapatkan rumah yang lapang. Aku mendapatkan tempat dimana tidak akan kelaparan hanya karena tidak membawa makanan ataupun minuman.
Benarlah adanya bahwa Soga adalah surga. Hal ini pernah diungkapkan oleh mba Mey... seorang warga negara Belanda yang pernah menetap di Desa Soga berbulan-bulan untuk penelitiannya. Bahkan setelah penelitiannya selesai, mba Mey datang lagi ke Soga membawa orang tuanya untuk menunjukkan pesona desa ini.
Sebagai rumah kedua, Soga mendapat tempat tersendiri di hati. Harapanku begitu pula bagi mereka disana, semoga aku diberikan tempat di hati masyarakat Soga juga. Aamiin.

Hari ini diadakan Lomba Rakit yang digelar oleh Pemuda Karang Taruna. Jauh hari sebelumnya aku sudah mendapat informasi tentang acara yang telah ditetapkan sebagai acara tahunan.
Mengapa aku harus datang di acara ini?
Ada beberapa alasan. Yang pertama, Soga adalah rumahku. Yang kedua aku sudah janji akan datang pada saudaraku Wawan dan Wiwin (Ketua Karang Taruna). Yang ketiga, karena Bapak. Bapak ku. Bapak H.Budirman Asis (kepala desa) dan Bapak Hamzah, dan bapak2 lainnya yamg tidak dapat kusebutkan satu2.

Aku datang karena aku merasa telah menjadi bagian dari mereka di Soga.
Terima kasih bapak Budi yang selalu memberiku tempat dan menerimaku di Soga. Terima kasih bapak Hamzah...telepon bapak yang mengingatkan aku akan acara di Soga sungguh buatku terharu. Terima kasih saudara2 ku semua yang selalu menyiapkan makanan dan kemudian membungkuskan pula untuk kubawa pulang. Semoga keindahan yang terbina ini dapat berlansung selamanya. Aamiin

Tuesday, February 07, 2017

Mr. Taysen, Happy Trip

Hari ini diawali dengan guyuran hujan di pagi hari. Hujan pagi akhirnya jadi alasan bagiku untuk malas2an di rumah. Setelah melalui perang batin, akhirnya kuputuskan untuk tidak kemana-mana. Sudah terlalu lama aku tak berhadap-hadapan dengan telivisi. Sepertinya inilah saatnya, bercengkrama dengan televisi. Kelamaan di depan TV membuatku tertidur. Entah sampai berapa lama. Ketika terbangun, adzan Duhur sudah terdengar dari masjid. Terbangun menunaikan sholat kemudian lanjut lagi di depan TV. Perlahan rasa bosan mulai datang. Acara TV sudah tidak ada yang menarik. Mengingat ada teman yang mengajak nonkrong di warkop yang tadinya ku tolak karena aku lagi puasa. Tapi demi mengingat di warkop ada wifi gratis.... dengan semangat 45 aku bangun, prepare dan otw warkop. Dan akhirnya aku bisa duduk manis untuk menuliskan cerita ini. Cerita yang sebenarnya ingin kutulis dari minggu lalu namun baru sempat menuangkannya hari ini. Hmmm terlalu lama vskum menulis membuatku agak bingung merangkai kata. Ini adalah tentang perjalanan. Ya masih cerita perjalanan yang kulakukan bersama sahabat2ku di dua akhir pekan terakhir ini.
Hari Minggu lalu, atau akhir pekan lalu aku jalan2 ke Watampone. Sebenarnya aku lebih senang menyebutnya pulang kampung. Meski kampung sendiri, tapi sangat susah juga untuk sering2 pulang. Kesibukan kerja telah menyita banyak waktu. Hingga banyak hal yang dulu dengan mudah dapat kulakukan kini rasanya agak sulit. Sehingga kesenangan kecil pun kadang sangat membuat aku bahagia. Kesenangan kecil..., maksudku, mungkin bagi orang lain bukan apa2, tapi bagiku adalah SESUATU. Adalah Andev, Sahabatku ini dua minggu lalu memutuskan membeli sebuah sedan tua. Sedan butut yang kalo diliat dari tampilannya bikin selera jalan hilang. Catnya sudah terkelupas. Bahkan seharusnya mobil sedan ini bagusnya masuk salon dulu. Bersolek dulu. Tapi siapa peduli?
Dengan sedan butut itulah perjalanan kami di mulai. Sedan yang kemudian kami beri nama Mr. Taysen, sesuai dengan kondisinya dibagian yang terkelupas catnya sudah mulai karatan. Sedan yang kalo diliat dari luar bikin orang ragu untuk menempuh perjalanan, tapi setelah duduk di dalamnya dan menyalakan mesinnya... maka keraguan akan hilang. Suara mesinnya sangat halus, tanpa batuk dan bisa dibawa jalan jauh tanpa macet. Buktinya perjalanan kami ke Watampone hari itu berjalan lancar. Aku, Andev, Arhul dan Andi Ippank menikmati setiap putasran ban. Berhenti di tempat2 yang kami ingini dan melanjutkan perjalanan perjalanan ketika kami mau. Inilah perjalanan yang menyenangkan. Karena bawaannya santai dan berkali-kali singgah mengambil poto akhirnya jarak yang normalnya bisa ditempuh 2 jam itu kami tempuh dengan waktu 4 jam. Singgah di beberapa warung dan tempat2 menarik untuk mengambil gambar memang cukup menyita waktu.

Intinya perjalanan pergi pulang Watansoppeng-Watampone berjalan lancar tanpa kendala. Bahkan pada saat pulang kami sepakat lagi ke Kabupaten Wajo. Mengambil rute yang lain lagi dengn alasan untuk test drive. Sampai dimana ketahanan mesin si Mr. Taysen. Ya lagi2 Mr. Taysen menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Tampisan boleh buruk, tapi mesin tetap tocker. Trip kami yang pertama bersama Mr. Taysen berjalan lancar, aman dan selamat. Alhamdulillah.

Akhir pekan kemarin adalah Trip kedua kami bersama Mr. Taysen. Masih dengan personil yang sama, yakni ber 4, tujuan kami adalah Makassar. Lagi2 Mr Taysen kami test. Masih sama waktu kami ke Watampone perjalanan berjalan lancar. Jarak yang normalnya ditempuh 4 jam kami tempuh kurang lebih 5 jam. Singgah berkali-kali di beberapa tempat cukup menyita waktu juga. Masjid warung dan bahkan kami singgah untuk main bulutangkis cukup menyita waktu. Selama di Makassar Mr Taysen lah yang mendukung segala kegiatan kami. Yayaya, sedan butut ini benar2 mantap. Membawa kami ke mall, ke hotel dan bahkan keliling. Dalam perjalanan pulang, teringat cerita tentang bakso mankok yag populer di Kabupaten Pangkep. Kami kemudian sepakat ini hunting kuliner yang satu ini. Usut punya usut letak warung bakso mangkok ternyata agak jauh dari jalan poros. 10 Kilometer dari jalan poros ke arah pabrik semen Tonasa. Tapi niat yang bulat membawa kami mencari warung ini sampai ketemu.
Akhirnya.... 3 porsi bakso mangkok tersaji di depan mata. Porsi yang sangat banyak membuat kami menyerah. Kami bertiga tidak mampu menghabiskan satu porsi. Oh yah perjalanan pulang sisa kami ber 3 karena Arhul sudah harus stay Makassar untuk masuk kuliah lagi. 1 Porsi bakso mangkok itu ada tulang iga, pangsit dan bakso kecil bulat2, yang disajikan menggunakan mangkok dari bakso juga. Posri Jumbo, hahahhha.

Monday, October 24, 2016

perjalanan, pada rel kereta

Entah telah berapa lama niat itu ada. Setiap kali melintas rasanya ingin berhenti sejenak, menjejak kaki dan menebar senyum. Merasakan belai angin dan dan sapaan matahari. Menikmati aroma hijau yang ada di sekitarnya. Aku telah terpesona dengan bentangan bangunan rel kereta api yang membelah persawahan di Kabupaten Barru itu. Telah ada poto beberapa teman yang mereka upload di medsos. Membuatku berandai-andai kala melihat poto2 mereka. Betapa tidak, aku memang pernah melakukan hal yang sama, berpoto di rel kereta. Tapi untuk itu aku mesti ke Pulau Jawa dulu. Sesuatu....
Seiring perjalanan waktu. (mungkin) Melalui debat yang panjang diantara para petinggi2 di Sulsel... akhirnya rel kereta pun mulai dibangun di beberapa kabupaten. Kendati tidak melewati Kabupaten Soppeng maupun Bone (dua kota tempat tinggal-ku) tapi aku tetap merasa hepi. Sebentar lagi. Ya sebentar lagi alat transportsi yang dulu hanya merupakan dongeng bagiku akan ada di sini. Di Sulawesi Selatan. Dan In Sha Allah bisa aku gunakan untuk melihat tempat2 lain di Pulau Sulawesi yang hingga saat ini belum pernah aku kunjungi.
Melihat bentangan rel itu.... berderet nama kota mulaui tersusun rapi di kepalaku. Rencana perjalanan mulai tersusun secara otomatis. Ahh rencana perjalanan selalu mampu menggoda otakku. Sesuatu yang sangat seksi bagiku. Lebih2 perjalanan-nya. Sesuatu yang mampu membuat aku berubah pikiran dengan sangat cepat. Berdiri di rel kereta. Membayangkan kereta melintas, berpoto, tersenyum dan berdoa. Semoga diberi umur panjang agar dapat menikmati perjalanan dengan kereta. Semoga diberi rezeki agar dapat dengan mudah mewujudkan niat perjalanan dengan kereta

Friday, August 12, 2016

ayah, aku dan agustus

selamat siang ayah. agustus tiba lagi. apakah disana kau kibarkan bendera merah putih juga? Alfatihah untuk ayah dan ibu
Ayah. Agustus tiba. Bulan merah putih yang penuh kenangan bagiku. Kenangan tentang-mu. Terkenang akan kesabaranmu membenahi rumah, halaman dan pagar kita.
Agustus yang cenderung panas. Hangat matahari sedari pagi telah terasa. Dan semilir angin yang juga kering. Namun menebarkan aroma yang menggoda hidungku. Yah Aroma agustus ini yang (mungkin) hanya tercium oleh hidungku. Aroma yang membangkitkan kenanganku akan dirimu, Ayah.
Aku rindu mengecat pagar. memasang umbul2, membakar sampah. Rindu melakukannya bersamamu. titip rindu, titip doa

Tuesday, November 25, 2014

kisah tempe dan puasa

Puasa Senin Kamis sudah menjadi rutinitas bagiku, terkecuali jika pada dua hari itu ada halangan yang tak dapat kuhindari. Rasanya bahagia sekali jika pada hari itu aku menahan keinginan-keinginan dunia yang kerap menggoda.
Pada setiap puasa, kebahagian meningkat saat sore menjelang. Lepas sholat Ashar biasanya aku mulai memikirkan menu buka puasa. Kalo pun buka di luar, makan dimana. Tapi kalo puasa, aku jarang buka di luar, dengan pertimbangan sholat Magrib bisa telat.
Puasa kemarin Alhamdulillah lancar. Namun ada sedikit insiden yang membuatnya berkesan. Pulang kantor, aku tergerak mengecek bahan makanan yang ada di lemari dapur dan di kulkas. Di kepalaku sudah kukonsep dengan lengkap menu yang ingin kunikmati pas Magrib nanti. Niat masak nutrijel batal karena nutrijel-nya sudah habis, dan aku lagi sangat malas keluar. Untungnya ada semangka di kulkas. Jadi aku membuat jus semangka untuk pelepas dahagaku nanti.
Setelah memeriksa lauk, keknya masih lengkap. Tapi sepotong tempe di rak kulkas menggodaku. Sepertinya sangat nikmat menikmati tempe goreng plus sambel pedas. Tempe itupun ku olah sebisaku. Iris tipis (menurutku sih tipis) kemudian merendamnya dengan bumbu. Nantilah kugoreng, pas jelang adzan aja supaya bisa kunikmati saat masih panas, pikirku. Akupun kembali ke kamar melanjutkan istirahat.
Jelang adzan, aku menggoreng tempe yang tadi. Hmmm aromanya membuatku bersemangat. Sambil menyiapkan menuku yang lain, sambil sesekali menengok tempe di penggorengan. Terakhir aku mengangkat tempe dari penggorengan. Beberapa saat kemudian, adzan pun berkumandang. Alhamdulillah.
Jus semangka, kolak pisang, nasi dkk ditambah tempe goreng, siap di meja. Menjadi bingung yang mana baiknya dilahap dulu. Tanganku tergerak mengambil sepotong tempe. Baru kusadari tempenya gosong. Tapi karena pengen, aku tetap menggigitnya. Tapi kok, tempe gosong itu malah bagian tengahnya belum matang....?
Salahnya dimana? Irisan tempe yang tebal atau api yang besar atau yang masak memang gak tau caranya???? Hahahhaha nikmatnya berbuka puasa dengan tempe gosong yang blon matang, buatan sendiri.

Wednesday, March 12, 2014

bersamA musiM

Aku di musim yang kering.

Udara gerah tanpa titik air. Cuaca panas menghanguskan semua. Daun tak lagi hijau. Ia telah kerontang hampir luruh dari dahan. Bahkan sebagian telah luruh tak berdaya, dimainkan angin, melayang hingga ke tanah.

Bumi yang tak lagi hijau. Permadani nan semerbak telah berubah menjadi coklat. Pucat dan tak lagi bernafas. Tak ada lagi rumput hijau yang tebal dan empuk di duduki. Tak ada permadani lapang tempatmu berlari, atau mungkin berbaring, berguling seiring tawamu. Saat ini musim kering, semuanya kering.

Aku melewati musim kering.

Diawali kilat yang menyambar-nyambar bersama petir nan garang, seakan mengancam jiwaku. Aku takut, lalu mencari perlindungan yang mungkin aman, yang mungkin bisa selamatkan ku dari amuk kilat dan petir. Aku berlari-lari ketakutan ketika tiba-tiba angin pun berlalu dengan dengan sangat cepat, seakan ingin menerbangkan pepohonan. Tapi pohon itu tak rela berlalu. Dahan dan daunnya pun menolak anggun ajakan sang angin. Meliuk merunduk, apalagi yang dapat dilakukannya selain itu?

Aku masih berlari. Kilat, petir, angin, oh aku sangat ketakutan. Langit yang tadinya terang benderang, mendadak gelap gulita. Lalu meneteslah air dari langit. Siapa pula yang menangis di atas sana? Apakah hatiku yang bersedih bersemayam di langit? Dan saat ini sedang meng-ekspresi-kan kesedihannya? Langit menangis sejadi-jadinya. Aku yang masih berlari menjadi kuyup sekujur tubuhku. Aku berhenti berlari. Aku mencari pemilik air mata itu di langit. Kemana hatiku yang sedang menangis? Lelah dan perih mataku menentang hujan yang tak juga henti.

Aku di musim semi. Setelah tangisan langit itu berlalu, perlahan ada yang berubah. Kilat dan petir berlalu pergi. Langit kembali biru, ada senyum ceria surya di sana. Dari mana pula datangnya burung-burung yang tak henti berkicau. Iya membawakan lagu baru dalam kicaunya. Tentang sebuah taman yang penuh bunga diterbangi ribuan kupu-kupu.

Aku kah pemilik taman? Mengapa aku telah berdiri di taman ini? Di atas hamparan permadani yang telah hijau. Di bawah pohon-pohon yang telah mendapatkan daunnya kembali.

Ahh aku tak boleh melewatkan waktu. Aku harusnya menikmati permadani ini, memetik bunga yang semerbak, berkejaran dengan kupu-kupu. Aku harus menikmati surga ini. Sebelum musim berikutnya merenggutnya dariku.

Aku kembali di musim kering

Dalam perjalananku kutemukan sebuah lembah sunyi yang telah kering, merindukan titik air mata langit. Lelah. Aku tak mampu melanjutkan langkahku yang seret. Maka kusandarkan tubuh ringkihku pada pohon yang telah sangat haus pula. Aku duduk lunglai pada rumput-rumput yang meregang nyawa. Ya baiklah, kita bersama-sama menantikan musim itu, ketika benih kehidupan dibagikan oleh malaikat Tuhan.

Kita disini saja, bersama menanti berlalu-nya musim nan kering Kita disini saja, bersama menanti datangnya musim yang semi. 260214 @sya

TENTANG ETIKA

 Aku baru saja selesai sholat Magrib ketika ponselku berdering. Demi melihat nama yang tertera di layar, segera kurapikan mukenah lalu merai...