Wednesday, September 18, 2019

SARANGHEYO



(Demi memenuhi janji pada pohon bambu, sungai, finger love dan teman-teman semua)


Matahari mengintip dari celah jendela kamarku. Semburatnya yang jingga keemasan selalu menarik, membuatku bangkit dari empuknya kasur.  Aku mendekati jendela, menyibak tirai, lalu membuka daun jendela lebar-lebar. Udara pagi yang sejuk menerpa pipiku. Aku menghirup udara dalam-dalam lalu melepaskannya pelan, sembari memejamkan mataku. Inilah salah satu caraku menikmati pagi. Hmmm betapa nikmatnya. 

Masih sambil memejamkan mata, satu wajah tiba-tiba terbayang, melintas begitu saja di ruang kepalaku yang sebenarnya pagi ini masih kosong. Belum ada pikiran apa-apa. Kenapa pula satu wajah itu terbayang sepagi ini?

Bibirku seketika melengkung. Membentuk garis senyum yang kata beberapa orang teman sih, manis. Oh yah, senyumku manis. Katanya sih. Kalau aku sendiri merasa biasa saja. Sama dengan kebanyakan teman-teman. Cuma ya, siapapun akan kelihatan lebih manis ketika tersenyum.
Hey, manis. Kata itu semakin menjelaskan bayangan yang tadi melewati ruang fikirku. Seorang cowok yang baru saja ku kenal. Dia manis? 

Bermula dari tawaran mendadak  Alan, teman sejak SMP yang kebetulan mendapat job pemotretan untuk kegiatan sosial. Tawaran yang serba mendadak itu tidak sempat lagi aku tolak. Terlebih ketika Alan menjelaskan panjang lebar bahwa kegiatanya lebih banyak outdoor dan untuk kemanusiaan pula, membuatku tertarik. Selama ini aku lebih banyak bekerja di indoor. Ini adalah kesempatan bagiku untuk menikmati udara bebas. Walau dengan resiko terpapar sinar matahari, tapi aku pikir tidak masalah. Toh sekali-kali aku perlu membuktikan bahwa iklan sunblock itu benar. Bukan sekedar iklan.

Jadilah pagi itu aku bergegas mengikuti Alan yang menjemputku di rumah. Persiapannya serba mepet. Make Up ku pun sekenanya. Tapi Alan meyakinkan aku bahwa pemotretan kali ini konsepnya beda. Bukan sisi glamour yang utama. Tapi sisi natural model yang perlu ditonjolkan untuk dipadukan dengan alam bebas. Tidak perlu dandan lama-lama karena waktunya sangat mendesak.
Benar saja kata Alan. Beberapa teman telah menunggu kedatangan kami. Semua masih baru bagiku. Kami tidak sempat berkenalan, karena buru-buru ke lokasi pengambilan gambar yang memakan waktu sekira 45 menit dari pusat kota.

Tiba di lokasi, diadakan briefing, mendengarkan penjelasan dan arahan dari beberapa orang yang sepertinya memegang peranan penting dalam pengambilan gambar tersebut. Setelah itu, take gambar dimulai.

Kami mendapat kesempatan beberapa kali untuk beristirahat. Selain makan, kami gunakan waktu juga untuk ngobrol, saling kenal satu sama lain serta merapikan make up. Semua berjalan lancar. Apalagi tim produksi, aku sebut mereka demikian begitu baik kepada kami. Mereka kakak-kakak yang baik dan penuh perhatian.

Pengambilan gambar hingga sore hari. Setelah itu kami istirahat di bawah pohon bambu. Ya pengambilan gambar diadakan di hutan bambu yang bersebelahan dengan sungai. Pemandangannya sangat indah. Ada beberapa tenda yang di dirikan untuk kami tempati beristirahat, begitu pula, ada beberapa hammock yang diikatkan pada pohon bambu yang bisa kami gunakan untuk bersantai.
Aku mengambil beberapa gambar menggunakan ponselku untuk koleksi pribadi. Saat asyik berselfi itulah, seorang kakak cowok mendekat, menawarkan diri untuk memotretku. Alan sudah nyebur ke sungai sejak tadi sehingga aku tidak bisa meminta tolong dia memotretku.

Dengan suka cita aku mengansurkan ponselku kepadanya.
“Maaf, kak….”, aku diam sesaat, aku tidak tahu namanya mengingat perkenalan singkat tadi aku tidak sempat menyimak dengan baik-baik nama mereka satu persatu.

“Esa”, dia mengulurkan tangannya. Entah, hendak mengambil ponsel atau hendak jabat tangan?
Sesaat aku ragu. Dengan sigap dia mengambil ponsel dari tanganku yang telanjur terjulur lalu menjabat tanganku. Begitu cepat kejadiannya sehingga aku tidak sempat menarik tanganku kembali setelah dia mengambil ponsel.

Mata itu, dia lekat menatapku. Seketika aku tersipu. Aku menunduk malu. Aku berusaha menarik tangan yang masih digenggamnya.
“Eits, sebut nama dulu”, dia menahan tangaku.
“Desy, Kak!” Kataku sambil tetap menunduk. Aku tidak berani mengangkat kepalaku. Entah kenapa aku merasa tatapannya menusuk.

“Mau dipoto atau tidak?” Tanyanya setelah kami terdiam beberapa detik.
“Eh iya, mau”, jawabku. Sial kenapa aku jadi salah tingkah begini?
Aku mulai berpose, berusaha sesantai mungkin. Kak Esa beberapa kali mengambil gambar.
“Terima kasih yah, Kak”.
Aku mengambil ponsel lalu berjalan ke arah hammock. Sambil berbaring aku mengamati hasil jepretan Kak Esa tadi. Semuanya bagus.

Mataku lalu berputar mencari sosok itu. Iya berdiri di dekat tenda dengan posisi membelakangiku. Aku amati dirinya, tegap dan tinggi.
Awalnya aku tidak begitu memperhatikan Kak Esa. Boleh dikata tidak ada yang menonjol dari dirinya, kecuali kulitnya yang lebih gelap. Mungkin karena selalu bercengkrama dengan sinar matahari.

Tiba-tiba dia  memutar badannya. Aku tidak sempat mengalihkan pandanganku. Aku kepergok sedang mengamatinya. Seperti tadi aku merasa tercekat saat dia menatapku sambil tersenyum.
Ya Allah ternyata dia manis juga.

“Kenapa lihat-lihat aku, suka yah?” Kak Esa berjalan mendekat.
Aku menelan ludah, mengalihkan pandanganku. Kurasa detak jantungku mulai tak beraturan. Keresek daun bambu yang diinjaknya semakin jelas. Aku memejamkan mata. Ya Tuhan, kenapa pula dia harus melihat aku sedang mengamatinya.

Kak Esa menggoyangkan hammock sambil terkekeh. Keringat dingin mulai bermunculan di tubuhku. Tiba-tiba aku merasa sesak, haus, tapi juga kedinginan. Dinginnya mungkin karena angin sore tak henti berhembus. Entahlah.

“Biasanya kalau ada cewek yang diam-diam mengamati cowok, berarti cewek itu suka sama cowoknya. Desy suka sama aku yah?”
Sial Kak Esa mulai berani mengolokku.
“Aku,… maaf kak, tadi dak sengaja mengamati kakak,” jawabku asal.
“Santai aja, Des, aku suka kamu koq.” Ujarnya santai. To the poin. Singkat dan jelas.

Aku semakin meringkuk di hammock. Ingin sekali rasanya bagian tengah hammock itu bocor agar badanku bisa jatuh ke tanah dan aku bisa segera pergi dari situ.

Kedatangan Alan dari acara nyeburnya di sungai menyelamatkan aku dari situasi tersebut. Dia segera berganti pakaian. Kami bersiap-siap pulang. Yang bikin aku jengah Kak Esa tidak lepas memandangi aku. Beberapa kali pandangan kami bertemu, tapi kemudian aku hindari. Ada sesuatu yang aneh di dadaku tiap kali pandangan kami bertemu. Aku rasanya tidak suka dia melihatku, tapi aku suka melihatnya. Aneh.

Kami kemudian menuju mobil. Kak Esa dengan sigap membuka pintu mobil begitu aku mendekat. Lalu dia membisikkan satu kata saat aku mulai naik
“Sarangheyo,” bisiknya yang cukup membuat aku tertegun beberapa detik dan debar jantungku makin tidak karuan.

Tiga hari berlalu. Kak Esa tidak pernah berkabar. Aku mulai merasakan ada bibit rindu di sudut hatiku. Aku mulai suka memikirkannya. Seperti pagi ini, saat baru bangun, aku mulai memikirkannya. Bagaimana kabarnya? Dia lagi apa? 

Aku menjadi tidak sabar menunggu akhir pekan. Sesuai jadwal, pengambilan gambar hanya dilakukan pada akhir pekan. Dan rasanya sangat lama menunggu hari itu.
Sebuah jendela berderit. Seperti penghuni kamar sebelah sudah bangun, adikku semata wayang. 

Sayup kudengar alunan musik dari kamarnya
Yeah oh baby......
Bila Matahari saat ini tak cerah
Itu mendung, itu mendung
Bila bunga di taman tidak kehujanan
Itu layu, itu layu.

Hey.. itukan lagunya Sule. Yang Sarangheyo itu. Aku menajamkan pendengaranku. Benar, lagu Sule bersama Eru yang menggunakan empat bahasa dalam lagu terebut

I don't believe in all this happened to me baby
Aku tidak percaya
I don't believe in all this happened to me beibeh
I can't believe, Teu percanten
Sarangheyo aku cinta padamu
Sarangheyo aku sayang padamu
Sarangheyo abdi bogoh kasaliran
Sarangheyo kulo tresno sliramu

Oh my darling kamsanida

Aku ikut bersenandung sambil bersandar di daun jendela. Lagu itu koq jadi enak sekali didengar yah? Padahal kemarin-kemarin aku tida suka mendengarnya.
Ah mungkinkah karena Kak Esa membisikkan kata itu tiga hari yang lalu? Aku tersenyum memikirkan hal tersebut.

Kak Esa, aku sarangheyo padamu, bisikku dalam hati!
Semoga akhir pekan segera tiba.

 Sumber gambar : https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fae01.alicdn.com%2Fkf%2FHTB11Q7YnYSYBuNjSspiq6xNzpXa2%2F2018-Baru-Cinta-Hati-Stud-Earrings-Wanita-Korea-Lucu-Bergaya-Mode-Finger-Gesture-Desain-Anting-Perhiasan.jpg_q50.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fid.aliexpress.com%2Fi%2F32860513688.html&docid=_ohC0bOOHdETBM&tbnid=hP114nr57U9nqM%3A&vet=10ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA..i&w=800&h=800&safe=strict&bih=607&biw=1280&q=finger%20love%20cinta&ved=0ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA&iact=mrc&uact=8#h=800&imgdii=enhhDNo28JUw1M:&vet=10ahUKEwi94arY1trkAhUJqY8KHS4DB4sQMwhTKAQwBA..i&w=800

No comments:

SEPATU BOOTS DI LAHAN KOSONG