Friday, July 12, 2019

Keluarga Soga



Setiap kali aku datang ke Soga, (salah satu desa di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng) aku selalu merasakan perasaan yang sama. Sejuk dan damai.

(Dulu) Karena tuntutan pekerjaan, akhirnya aku lebih sering berinteraksi dengan mereka selama tiga tahun. Dalam seminggu aku berkali-kali datang, berdiskusi dan belajar tentang banyak hal dengan mereka. Tentang bencana, lingkungan, perkebunan, wisata, kerajinan. Tentang anak-anak, pemuda, ibu serta bapaknya. Aku menjadi akrab dengan mereka.

Aku lalu mengenal beberapa sudut Desa Soga. Aku menemukan banyak keindahan disana. Alamnya indah, udaranya sejuk, penduduknya ramah. Aku benar-benar terpseona. Pantaslah seorang noni Belanda pernah bertahan tinggal beberapa bulan dan bahkan kembali lagi membawa keluarganya. Ya karena pesona Soga. Akhirnya aku tidak keberatan dengan ungkapan noni Belanda tersebut yang menyatakan bahwa Soga adalah sorga dunia yang tidak banyak diketahui orang.

Hari ini sebenarnya aku sangat sibuk. Pekerjaan di kantor tidak ada habisnya. Terhitung sejak usai libur lebaran Fitri kemarin, hampir tidak ada waktu luang. Ada beberapa kegiatan yang sedang jalan saat ini, serta ada beberapa kegiatan yang sementara kami rancang untuk kami laksanakan di waktu mendatang.

Biasanya, dengan kesibukan seperti ini, aku enggan meninggalkan kantor. Berkutat di ruanganku rasanya lebih tenang ketimbang pergi. Tapi hal itu tidak berlaku untuk hari ini. Malah sejak pagi aku mengawasi jam dinding. Aku telah merencanakan usai sholat Lohor aku akan izin meninggalkan kantor demi menghadiri acara Appy di Desa Soga.

Rahmat Afrianto yang lebih sering kusapa Appy, pemuda Soga yang kemudian menjadi salah satu keluargaku. Hari ini melangsungkan acara pernikahan dengan gadis pujaannya. Seminggu sebelumnya dia telah berkabar tentang hari bahagia ini. Dan ya, dia berharap aku hadir.
Lepas sholat Lohor, dengan suka cita aku mengendarai motorku. Menyusuri jalan-jalan yang telah sangat akrab denganku. Pepohonan nan hijau, udara yang sejuk, dan tentu saja jembatan gantung yang menghubungkan Desa Soga dengan Desa Mariorilau harus aku lewati. Aku bersenandung sepanjang jalan. Membayangkan pertemuan dengan keluarga Soga.

Mungkin perasaanku berlebihan ketika aku merasa bahwa mereka di sana adalah keluarga-ku. Tapi aku tidak dapat memungkiri perasaan itu. Meski kini aku tidak lagi bertugas di Soga, aku masih sering datang. Aku sangat bersyukur mereka disana masih mengingatku. Mengabari aku jika ada hajatan.
Akhirnya aku berani mengatakan bahwa Soga adalah rumahku. Tempat dimana aku tidak akan kelaparan dan tidak akan kedinginan.

Terima kasih untuk Bapak, Ibu, Kakak, Adik yang selalu menerimaku dengan baik. Terima kasih untuk Keluarga Bapak H. Budirman Azis, Bapak Hamzah, Bapak Nursam
Special thanks to  https://web.facebook.com/wawan.soga (wawan) yang mengajakku ke Soga kala itu. Siapa sangka kemudian aku mendapat tugas di Soga dan kemudian mendapatkan banyak keluarga di sana.


No comments:

SEPATU BOOTS DI LAHAN KOSONG